7 Jurus Minimal Tata Kelola Jurnal Menuju Akreditasi Nasional
Yth. Bapak dan Ibu Pengelola Jurnal,
Berikut ini saya bagikan hasil pengamatan dan pengalaman pribadi mengenai tujuh hal penting yang sebaiknya diwujudkan untuk meningkatkan tata kelola jurnal menuju akreditasi nasional.
1. Team Work yang Solid dan Berkesinambungan
Pengelolaan jurnal bukanlah pekerjaan ringan. Diperlukan sinergi yang kuat dan berkesinambungan antara penulis (author), editor, reviewer, serta tim OJS dan IT.
Apabila editor berhenti menyunting, reviewer tidak memberikan masukan terhadap naskah, dan penulis enggan merevisi setelah diberi umpan balik, maka kualitas artikel yang dihasilkan tentu tidak akan maksimal.
Peran tim IT sangat penting dalam menjaga keamanan dan stabilitas situs OJS agar terhindar dari gangguan seperti spam, virus, atau peretasan. Saya sering menjumpai tampilan OJS yang berisi huruf atau simbol acak (misalnya “AAA”) yang bukan bagian dari isi naskah. Dalam kasus seperti ini, editor harus segera berkoordinasi dengan tim IT.
Selain itu, perlu diwaspadai apabila ada penulis yang mengirim file dalam format HTML, karena berpotensi mengandung virus yang dapat merusak data. Yang lebih berbahaya lagi, jika situs OJS diretas dan seluruh data dihapus.
Intinya, pengelolaan jurnal memerlukan dua tulang punggung utama: tim editor yang mengelola konten, dan tim OJS/IT yang mengelola sistem dan memastikan proses dari submission hingga publishing berjalan dengan baik. Di atas keduanya, dibutuhkan managing editor atau editor-in-chief yang berperan sebagai pemimpin sekaligus journal gardener — sosok yang melayani, menggerakkan, dan memastikan semua fungsi jurnal berjalan optimal.
2. Pentingnya Peran Copyeditor dan Proofreader
Pengalaman saya mengelola REGISTER Journal sejak 2015 menunjukkan bahwa keberhasilan peningkatan skor akreditasi (dari 57 pada 2015 menjadi 74,31 dan meraih Sinta 2 pada 2018) tidak lepas dari peran penting copyeditor dan proofreader.
Di jurnal kami, ada editor yang secara teliti memeriksa ulang setiap artikel sebelum terbit, serta berkomunikasi dengan penulis untuk memperbaiki dan memperkaya referensi.
Sebagai informasi, untuk jurnal nasional (Sinta 2) jumlah referensi ideal sekitar 30 sumber, dengan 40–80% di antaranya berasal dari jurnal nasional maupun internasional. Untuk jurnal internasional (Sinta 1), referensi sebaiknya mencapai 60 sumber, dengan mayoritas berasal dari jurnal internasional bereputasi.
Menurut pengalaman Pak Lukman (editor IJAL UPI Bandung, jurnal terindeks Scopus), setiap naskah yang akan diterbitkan di IJAL dicek secara teliti — mulai dari kesesuaian sitasi dalam teks, akurasi referensi, hingga metadata seperti tahun, volume, dan halaman. Meskipun penulis telah menggunakan aplikasi seperti Mendeley atau Zotero, pemeriksaan manual tetap perlu dilakukan untuk memastikan kebenarannya.
Adapun proofreading menjadi sangat penting, terutama bagi jurnal yang ingin terindeks Scopus atau WoS. Banyak kritik terhadap jurnal nasional terkait bad grammar, mengingat sebagian besar penulis bukan penutur asli bahasa Inggris. Karena itu, kami menggunakan jasa proofreader penutur asli (native speaker) dengan biaya sekitar 50 USD per artikel, yang diambil dari biaya publikasi (APC) sebesar 105 USD.
3. Konsistensi Fokus dan Cakupan (Focus and Scope)
Konsistensi antara fokus dan cakupan jurnal dengan artikel yang diterbitkan sangat diperhatikan dalam setiap proses evaluasi — baik di DOAJ, Arjuna, Scopus, maupun WoS.
Jangan beralasan bahwa jurnal bersifat interdisipliner lalu memuat semua bidang ilmu. Itu bukan interdisipliner, melainkan “campur aduk”. Berdasarkan pengamatan saya, jurnal dengan fokus yang tidak jelas biasanya hanya mencapai Sinta 3.
Untuk meraih Sinta 1 atau 2, fokus dan cakupan jurnal harus spesifik bahkan super-spesifik, dan konsistensi penerbitannya harus jelas dan terjaga.
4. Kesesuaian Pedoman Penulis dan Template Artikel
Menurut Pak Lukman (Ristekdikti), author guidelines dan article template adalah pedoman yang sangat penting — bahkan bisa diibaratkan sebagai “kitab suci” bagi penulis dan editor.
Saya pernah mendengar kasus penolakan naskah di jurnal internasional hanya karena abstraknya berjumlah 303 kata, padahal batas maksimal di pedoman adalah 300 kata.
Bagi editor, naskah yang tidak mengikuti template ibarat tamu yang datang tanpa menghormati adat istiadat tuan rumah.
Oleh karena itu, setiap penulis harus mematuhi pedoman dengan seksama — termasuk bahasa yang digunakan. Jika jurnal hanya menerima artikel berbahasa Inggris, jangan mengirimkan naskah berbahasa Indonesia. Sudah pasti akan ditolak.
5. Benchmarking dengan Jurnal yang Sudah Sukses
Seperti halnya calon pengusaha yang belajar dari pengusaha sukses, pengelola jurnal pun perlu belajar dari jurnal yang telah maju dan terakreditasi tinggi.
Saat REGISTER Journal memperoleh hibah dari Kementerian Agama RI dan Ristekdikti, sebagian dana kami gunakan untuk studi banding ke IJAL (Indonesian Journal of Applied Linguistics) — jurnal UPI Bandung yang terindeks Scopus dan berada pada peringkat Q2 di Scimago.
Jurnal ini memiliki tim muda yang solid dengan bimbingan profesor senior, serta berhasil terbit tiga kali setahun.
Salah satu tips dari mereka adalah “Call for Editors and Reviewers”: undang narasumber luar negeri ke konferensi internasional di kampus, lalu ajak mereka menjadi editor atau reviewer.
Prof. Al Makin, editor senior jurnal Al-Jami’ah UIN Yogyakarta, juga menekankan pentingnya silaturahmi akademik — menjalin dan menjaga hubungan baik dengan para editor dan reviewer untuk memperkuat kerja sama jurnal.
6. Pentingnya Mentor dan Pendampingan Senior
Menurut Kang Busro (RJI dan Jurnal Wawasan UIN Bandung), ada dua ciri umum pengelola jurnal di Indonesia: tidak paham IT dan menjadi pengelola karena ditugaskan pimpinan.
Banyak pengelola jurnal “by mistake”, tetapi sering kali menjadi “blessing in disguise”, karena mereka akhirnya belajar mandiri dan berkembang pesat.
Sayangnya, masih banyak pengelolaan jurnal yang bersifat one-man show: satu orang merangkap editor, OJS manager, keuangan, hingga distribusi. Pola seperti ini tentu tidak sehat.
Diperlukan kerja tim serta bimbingan dari mentor berpengalaman. Berdasarkan pengalaman saya, peningkatan skor jurnal dari 57 menjadi 74 terjadi berkat pendampingan dari Ristekdikti, Kementerian Agama RI, serta para mentor dari Relawan Jurnal Indonesia (RJI).
7. Perbanyak Doa dan Luruskan Niat
Inilah jurus terakhir sekaligus yang terpenting.
Perbanyak doa dan luruskan niat dalam mengelola jurnal. Esensi pengelolaan jurnal ilmiah adalah diseminasi ilmu pengetahuan — membantu penulis menyebarkan pengetahuan secara terbuka (open access) agar dapat diakses oleh pembaca di seluruh dunia melalui sistem OJS.
Penutup
Demikian uraian sederhana ini tentang “7 Jurus Minimal Tata Kelola Jurnal Menuju Akreditasi Nasional.”
Semoga bermanfaat dan dapat menjadi inspirasi bagi pengelola jurnal di seluruh Indonesia.
sumber:
https://www.pegiatjurnal.com/2021/08/7- ... enuju.html
7 Jurus Minimal Tata Kelola Jurnal Menuju Akreditasi Nasional
7 Jurus Minimal Tata Kelola Jurnal Menuju Akreditasi Nasional
Dr.Faizal Risdianto,S.S,M.Hum, Mobile: 0856-4201-9501
E-mail: faizrisd@gmail.com
https://s.id/registerjournal
https://jolcc.org/bikinwebojs/
E-mail: faizrisd@gmail.com
https://s.id/registerjournal
https://jolcc.org/bikinwebojs/