poin-poin persoalan dan kendala kenapa sulit mendapatkan ISSN untuk penerbit non-kampus (CV, PT, LSM, Yayasan):
Persyaratan Akta Pendirian yang Spesifik → Akta pendirian harus mencantumkan kegiatan penerbitan ilmiah (KBLI 58130) dan/atau penelitian. Jika tidak ada, harus dilakukan perubahan akta melalui notaris dan disahkan Kemenkumham – proses ini memerlukan RUPS (untuk PT) atau persetujuan pemilik.
Administrasi dan Biaya Tambahan → Proses revisi akta, pendaftaran KBLI baru di OSS, dan pembuatan dokumen pendukung menambah biaya dan waktu, sehingga jadi beban bagi penerbit kecil.
Pembuktian Kegiatan Ilmiah → Harus melampirkan bukti nyata seperti website jurnal, bukti terbit minimal satu nomor, SK redaksi, Tanpa bukti ini, ajuan ISSN ditolak.
ada Dugaan adanya Kecurigaan Terhadap Jurnal “Bisnis” → BRIN semakin ketat menolak jurnal yang dianggap hanya untuk tujuan komersial tanpa basis penelitian. Penerbit non-kampus dituntut menunjukkan kredibilitas ilmiah.
Tuntutan Kolaborasi dengan Kampus → Didorong untuk punya MoU/MoA dengan kampus (LP2M/Fakultas) agar ada keterlibatan dosen/peneliti sebagai editor/reviewer – ini memerlukan jaringan dan proses negosiasi yang tidak selalu mudah.
Birokrasi yang sangat Panjang → Prosedur formal (RUPS, notaris, OSS, BRIN) menjadi semakin kompleks di tengah kondisi birokrasi yang lambat atau tidak sinkron.
Risiko Ditolak Berulang → Jika satu dokumen tidak sesuai, ajuan ditolak dan harus mengulang dari awal, membuat proses panjang dan melelahkan.
Kendala kenapa sulit mendapatkan ISSN untuk penerbit non-kampus (CV, PT, LSM, Yayasan)
Kendala kenapa sulit mendapatkan ISSN untuk penerbit non-kampus (CV, PT, LSM, Yayasan)
Dr.Faizal Risdianto,S.S,M.Hum, Mobile: 0856-4201-9501
E-mail: faizrisd@gmail.com
https://s.id/registerjournal
https://jolcc.org/bikinwebojs/
E-mail: faizrisd@gmail.com
https://s.id/registerjournal
https://jolcc.org/bikinwebojs/
Re: Kendala kenapa sulit mendapatkan ISSN untuk penerbit non-kampus (CV, PT, LSM, Yayasan)
Berikut poin-poin persoalan dan kendala utama kenapa penerbit non-kampus (CV, PT, LSM, Yayasan) sering mengalami kesulitan dalam mendapatkan ISSN untuk jurnal atau majalahnya:
Persoalan Administratif
Persyaratan Dokumen Rumit – Perlu Akta Pendirian Badan Hukum, SK Kemenkumham, NPWP, dan dokumen legal lainnya yang kadang belum dimiliki penerbit kecil.
Kewajiban Memiliki OJS (Open Journal System) – Banyak non-kampus belum familiar dengan manajemen OJS, DOI, dan pengarsipan digital sesuai standar ISSN.
Standar Tata Kelola Tinggi – Harus ada dewan redaksi, fokus dan ruang lingkup jurnal yang jelas, serta jadwal terbit yang konsisten.
Masalah Teknis
Kurangnya SDM IT – Penerbit non-kampus sering tidak punya staf khusus untuk mengelola OJS, layout, dan metadata sesuai standar internasional.
Website Tidak Stabil – Website hosting murah kadang sering down sehingga tidak memenuhi kriteria pengelolaan e-journal.
Kesulitan Memenuhi Metadata – Harus ada DOI, abstrak dalam 2 bahasa, daftar pustaka, dan format artikel yang seragam.
Masalah Kepercayaan dan Kredibilitas
Persepsi ‘Komersial’ – Lembaga pengelola ISSN (PDII-LIPI / Perpusnas) lebih hati-hati memberi ISSN pada penerbit non-kampus karena khawatir hanya mencari keuntungan (predatory journal).
Kurangnya Track Record – Non-kampus sering baru berdiri dan belum memiliki rekam jejak penerbitan yang konsisten.
Risiko Tidak Konsisten Terbit – Banyak jurnal non-kampus mati suri setelah 1–2 edisi sehingga lembaga pemberi ISSN ragu memberikan nomor.
Masalah Pendanaan
Biaya Operasional – Membuat dan merawat OJS, membayar DOI, dan mendesain artikel memerlukan dana yang tidak sedikit.
Tidak Ada Subsidi – Berbeda dengan kampus yang bisa menggunakan dana penelitian atau hibah, penerbit non-kampus harus menanggung biaya sendiri.
Persyaratan Dokumen Rumit – Perlu Akta Pendirian Badan Hukum, SK Kemenkumham, NPWP, dan dokumen legal lainnya yang kadang belum dimiliki penerbit kecil.
Kewajiban Memiliki OJS (Open Journal System) – Banyak non-kampus belum familiar dengan manajemen OJS, DOI, dan pengarsipan digital sesuai standar ISSN.
Standar Tata Kelola Tinggi – Harus ada dewan redaksi, fokus dan ruang lingkup jurnal yang jelas, serta jadwal terbit yang konsisten.
Kurangnya SDM IT – Penerbit non-kampus sering tidak punya staf khusus untuk mengelola OJS, layout, dan metadata sesuai standar internasional.
Website Tidak Stabil – Website hosting murah kadang sering down sehingga tidak memenuhi kriteria pengelolaan e-journal.
Kesulitan Memenuhi Metadata – Harus ada DOI, abstrak dalam 2 bahasa, daftar pustaka, dan format artikel yang seragam.
Persepsi ‘Komersial’ – Lembaga pengelola ISSN (PDII-LIPI / Perpusnas) lebih hati-hati memberi ISSN pada penerbit non-kampus karena khawatir hanya mencari keuntungan (predatory journal).
Kurangnya Track Record – Non-kampus sering baru berdiri dan belum memiliki rekam jejak penerbitan yang konsisten.
Risiko Tidak Konsisten Terbit – Banyak jurnal non-kampus mati suri setelah 1–2 edisi sehingga lembaga pemberi ISSN ragu memberikan nomor.
Biaya Operasional – Membuat dan merawat OJS, membayar DOI, dan mendesain artikel memerlukan dana yang tidak sedikit.
Tidak Ada Subsidi – Berbeda dengan kampus yang bisa menggunakan dana penelitian atau hibah, penerbit non-kampus harus menanggung biaya sendiri.
Dr.Faizal Risdianto,S.S,M.Hum, Mobile: 0856-4201-9501
E-mail: faizrisd@gmail.com
https://s.id/registerjournal
https://jolcc.org/bikinwebojs/
E-mail: faizrisd@gmail.com
https://s.id/registerjournal
https://jolcc.org/bikinwebojs/
Re: Kendala kenapa sulit mendapatkan ISSN untuk penerbit non-kampus (CV, PT, LSM, Yayasan)
poin-poin persoalan dan kendala utama yang sering dihadapi penerbit non-kampus (CV, PT, LSM, Yayasan) dalam mendapatkan ISSN:
A. Persoalan Administratif dan Birokrasi
Kelengkapan dan Kesesuaian Dokumen:
Akta Notaris yang "Tepat": Banyak penerbit baru hanya memiliki akta pendirian, tetapi Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) sebagai pemberi ISSN seringkali meminta akta perubahan terakhir yang mencantumkan dengan jelas kegiatan usaha di bidang penerbitan.
Surat Keterangan Domisili: Surat ini dari kelurahan seringkali dianggap "terlalu sederhana" dan kadang diminta yang lebih resmi seperti dari kantor kecamatan atau bahkan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan).
NPWP: NPWP harus atas nama badan usaha (bukan pribadi pemilik) dan aktif. Banyak UKM penerbit yang belum memiliki NPWP badan.
Proses yang Berbelit dan Waktu Tunggu Lama:
Antrian yang Panjang: Layanan ISSN di Perpusnas melayani seluruh Indonesia, sehingga antrian bisa panjang, terutama di akhir tahun.
Kurangnya Informasi yang Jelas: Informasi di website terkadang tidak update atau kurang rinci, menyebabkan aplikasi sering ditolak atau dikembalikan karena dokumen kurang lengkap.
Komunikasi yang Pasif: Proses follow-up seringkali harus aktif dari pihak pemohon, dan respons dari pihak Perpusnas terkadang lambat.
B. Persoalan Substansi dan Kualitas Terbitan
Kriteria dan Standar Penerbitan:
Kontinuitas yang Diragukan: ISSN diberikan untuk terbitan berseri (berkelanjutan). Perpusnas perlu yakin bahwa penerbit akan konsisten menerbitkan. Penerbit baru tanpa "track record" sering dianggap berisiko tinggi untuk berhenti setelah satu edisi.
Kualitas Konten dan Tata Letak (Layout): Meski tidak dinyatakan secara eksplisit, terbitan dengan layout yang berantakan, banyak typo, atau konten yang sangat tidak ilmiah/bermutu rendah, bisa menjadi pertimbangan terselubung untuk penolakan.
Fokus dan Ruang Lingkup yang Jelas: Terbitan harus memiliki tema, fokus, dan segmentasi pembaca yang jelas (misalnya: jurnal tentang pertanian, majalah untuk komunitas pecinta burung, buletin LSM tentang HAM). Judul yang terlalu umum dan tidak fokus dapat menimbulkan pertanyaan.
Kesalahan dalam Pengajuan:
Salah Mengajukan Jenis Terbitan: Mengajukan buku cetak biasa (monograf) untuk mendapatkan ISSN, padahal ISSN hanya untuk terbitan berseri seperti jurnal, majalah, buletin, newsletter, prosiding berkala.
Judul yang "Tersandung": Judul terbitan yang mirip dengan terbitan yang sudah ada, atau dianggap melecehkan/menyimpang, berpotensi ditolak.
C. Persoalan Kapasitas dan Persepsi
Kurangnya SDM yang Paham Proses:
Banyak penerbit kecil (CV) yang dijalankan oleh sedikit orang yang tidak memiliki pengalaman dalam berurusan dengan birokrasi seperti ini. Mereka ahli di konten, tetapi tidak paham prosedur administrasi.
Tidak adanya staf khusus yang menangani perizinan dan registrasi.
Persepsi dan "Bias Kelembagaan":
Kredibilitas yang Dianggap Rendah: Secara tidak langsung, lembaga kampus/universitas sudah memiliki reputasi dan struktur yang jelas di mata Perpusnas. Sementara CV, PT kecil, atau LSM baru harus membangun kredibilitas dari nol.
Kecurigaan terhadap Penerbit "Underground" atau Spam: Perpusnas kemungkinan lebih berhati-hati terhadap penerbit non-kampus yang dianggap berpotensi menerbitkan konten sensitif, hoaks, atau hanya sekadar untuk formalitas tanpa niat menerbitkan secara serius.
D. Kendala Khusus untuk Jenis Penerbit Tertentu
Untuk LSM dan Yayasan:
Izin Operasional LSM: Beberapa daerah memiliki peraturan khusus tentang keberadaan LSM, dan terkadang ini menjadi dokumen tambahan yang diminta.
Visi Penerbitan yang Tidak Komersial: Seringkali harus menjelaskan lebih detail mengapa mereka perlu menerbitkan (untuk advokasi, edukasi, dll.) karena tujuannya berbeda dengan penerbit komersial.
Untuk Penerbit Online:
Kriteria "Kebaruan": Untuk terbitan online (e-journal, e-magazine), harus ada jaminan bahwa kontennya diperbarui secara berkala. Blog dengan update yang tidak menentu biasanya tidak memenuhi syarat.
Kejelasan Platform dan Kepemilikan: Harus dapat membuktikan kepemilikan website/domain tersebut.
Ringkasan Kendala Utama:
Inti kesulitannya terletak pada gap antara kapasitas dan pengetahuan penerbit non-kampus (yang seringkala kecil dan sederhana) dengan standar birokrasi dan kualitas yang diterapkan oleh Perpusnas yang lebih terbiasa menangani lembaga formal seperti universitas. Kombinasi administrasi yang ketat, kebutuhan akan kualitas substansi, dan persepsi tentang kredibilitas menjadi penghalang terbesar.
A. Persoalan Administratif dan Birokrasi
Kelengkapan dan Kesesuaian Dokumen:
Akta Notaris yang "Tepat": Banyak penerbit baru hanya memiliki akta pendirian, tetapi Perpustakaan Nasional RI (Perpusnas) sebagai pemberi ISSN seringkali meminta akta perubahan terakhir yang mencantumkan dengan jelas kegiatan usaha di bidang penerbitan.
Surat Keterangan Domisili: Surat ini dari kelurahan seringkali dianggap "terlalu sederhana" dan kadang diminta yang lebih resmi seperti dari kantor kecamatan atau bahkan SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan).
NPWP: NPWP harus atas nama badan usaha (bukan pribadi pemilik) dan aktif. Banyak UKM penerbit yang belum memiliki NPWP badan.
Proses yang Berbelit dan Waktu Tunggu Lama:
Antrian yang Panjang: Layanan ISSN di Perpusnas melayani seluruh Indonesia, sehingga antrian bisa panjang, terutama di akhir tahun.
Kurangnya Informasi yang Jelas: Informasi di website terkadang tidak update atau kurang rinci, menyebabkan aplikasi sering ditolak atau dikembalikan karena dokumen kurang lengkap.
Komunikasi yang Pasif: Proses follow-up seringkali harus aktif dari pihak pemohon, dan respons dari pihak Perpusnas terkadang lambat.
B. Persoalan Substansi dan Kualitas Terbitan
Kriteria dan Standar Penerbitan:
Kontinuitas yang Diragukan: ISSN diberikan untuk terbitan berseri (berkelanjutan). Perpusnas perlu yakin bahwa penerbit akan konsisten menerbitkan. Penerbit baru tanpa "track record" sering dianggap berisiko tinggi untuk berhenti setelah satu edisi.
Kualitas Konten dan Tata Letak (Layout): Meski tidak dinyatakan secara eksplisit, terbitan dengan layout yang berantakan, banyak typo, atau konten yang sangat tidak ilmiah/bermutu rendah, bisa menjadi pertimbangan terselubung untuk penolakan.
Fokus dan Ruang Lingkup yang Jelas: Terbitan harus memiliki tema, fokus, dan segmentasi pembaca yang jelas (misalnya: jurnal tentang pertanian, majalah untuk komunitas pecinta burung, buletin LSM tentang HAM). Judul yang terlalu umum dan tidak fokus dapat menimbulkan pertanyaan.
Kesalahan dalam Pengajuan:
Salah Mengajukan Jenis Terbitan: Mengajukan buku cetak biasa (monograf) untuk mendapatkan ISSN, padahal ISSN hanya untuk terbitan berseri seperti jurnal, majalah, buletin, newsletter, prosiding berkala.
Judul yang "Tersandung": Judul terbitan yang mirip dengan terbitan yang sudah ada, atau dianggap melecehkan/menyimpang, berpotensi ditolak.
C. Persoalan Kapasitas dan Persepsi
Kurangnya SDM yang Paham Proses:
Banyak penerbit kecil (CV) yang dijalankan oleh sedikit orang yang tidak memiliki pengalaman dalam berurusan dengan birokrasi seperti ini. Mereka ahli di konten, tetapi tidak paham prosedur administrasi.
Tidak adanya staf khusus yang menangani perizinan dan registrasi.
Persepsi dan "Bias Kelembagaan":
Kredibilitas yang Dianggap Rendah: Secara tidak langsung, lembaga kampus/universitas sudah memiliki reputasi dan struktur yang jelas di mata Perpusnas. Sementara CV, PT kecil, atau LSM baru harus membangun kredibilitas dari nol.
Kecurigaan terhadap Penerbit "Underground" atau Spam: Perpusnas kemungkinan lebih berhati-hati terhadap penerbit non-kampus yang dianggap berpotensi menerbitkan konten sensitif, hoaks, atau hanya sekadar untuk formalitas tanpa niat menerbitkan secara serius.
D. Kendala Khusus untuk Jenis Penerbit Tertentu
Untuk LSM dan Yayasan:
Izin Operasional LSM: Beberapa daerah memiliki peraturan khusus tentang keberadaan LSM, dan terkadang ini menjadi dokumen tambahan yang diminta.
Visi Penerbitan yang Tidak Komersial: Seringkali harus menjelaskan lebih detail mengapa mereka perlu menerbitkan (untuk advokasi, edukasi, dll.) karena tujuannya berbeda dengan penerbit komersial.
Untuk Penerbit Online:
Kriteria "Kebaruan": Untuk terbitan online (e-journal, e-magazine), harus ada jaminan bahwa kontennya diperbarui secara berkala. Blog dengan update yang tidak menentu biasanya tidak memenuhi syarat.
Kejelasan Platform dan Kepemilikan: Harus dapat membuktikan kepemilikan website/domain tersebut.
Ringkasan Kendala Utama:
Inti kesulitannya terletak pada gap antara kapasitas dan pengetahuan penerbit non-kampus (yang seringkala kecil dan sederhana) dengan standar birokrasi dan kualitas yang diterapkan oleh Perpusnas yang lebih terbiasa menangani lembaga formal seperti universitas. Kombinasi administrasi yang ketat, kebutuhan akan kualitas substansi, dan persepsi tentang kredibilitas menjadi penghalang terbesar.
Dr.Faizal Risdianto,S.S,M.Hum, Mobile: 0856-4201-9501
E-mail: faizrisd@gmail.com
https://s.id/registerjournal
https://jolcc.org/bikinwebojs/
E-mail: faizrisd@gmail.com
https://s.id/registerjournal
https://jolcc.org/bikinwebojs/